Samarinda, Kompas - Danau Melintang (11.000 hektar) dan Danau Semayang (13.000 hektar) di pedalaman Kalimantan Timur (Kaltim) kini mengalami kerusakan yang sangat parah akibat sedimentasi. Saat ini sekitar 70 persen lahan Danau Melintang dan Danau Semayang mengalami pendangkalan serius. Kedalaman air yang tersisa hanya sekitar setengah hingga dua meter.
Pakar Hidrologi Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul), Sigit Hardwinarto, di Samarinda, Senin (16/12), menyatakan, kerusakan lingkungan tersebut mengakibatkan ancaman bagi ekosistem setempat. Bahkan, pesut mahakam (Orcaella brevistoris) kini sudah tidak dapat dijumpai di kedua danau tersebut.
"Pembukaan hutan di daerah aliran sungai di sebelah hulu kedua danau memicu sedimentasi yang mengakibatkan pendangkalan danau. Selanjutnya pendangkalan danau akan membuat kawasan sekitar rawan banjir. Bahkan, banjir di daerah ini secara langsung mengancam Kota Tenggarong dan Kota Samarinda," kata Sigit menjelaskan di sela Lokakarya Kajian Ekosistem, Kelembagaan, dan Sosial Ekonomi terhadap Pendangkalan Danau Melintang dan Semayang di Wilayah Kutai Kartanegara, Kaltim.
Kerusakan ini bermula dari pembukaan hutan oleh perusahaan hak pengusahaan hutan tahun 1970-an. Keadaan ini semakin parah pada dekade 1990-an dan semakin serius setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kaltim.
Para bupati berlomba-lomba menerbitkan izin penebangan kayu berskala kecil yang dikenal sebagai hak pemungutan hasil hutan (HPHH) dan izin pemanfaatan kayu (IPK) yang berlaku untuk jangka waktu satu tahun saja. Sistem ini tidak memungkinkan pelaksanaan tebang pilih yang gagal dilaksanakan perusahaan HPH. Melalui kerja sama dengan pemodal atau cukong kayu, warga pemegang izin HPHH dan IPK membabat habis semua tegakan pohon di areal yang dikuasainya.
Tidak jarang, penebangan bahkan dilakukan di luar petak area yang diizinkan sehingga konflik dengan para pemegang HPH tak terhindarkan.
Praktik tebang habis inilah, lanjut Sigit, yang mengakibatkan lapisan tanah tergerus hujan, terbawa aliran sungai, dan mengendap sebagai sedimen di berbagai tempat, termasuk di dua danau besar di Kaltim tersebut.
"Saat musim kemarau, masyarakat sekitar danau terisolir karena terjadi pendangkalan yang menyebabkan transportasi air terputus. Sebaliknya, di musim penghujan, terjadi banjir besar yang merendam rumah warga," kata Sigit.
Lumpur lima meter
Menurut hasil studi ilmiah, ketebalan lumpur di Danau Melintang dan Danau Semayang saat ini mencapai lima meter. Itu merupakan dampak sedimentasi menahun dalam dua dekade yang mencapai puncaknya pada sepuluh tahun terakhir.
"Semestinya, pada kondisi kemarau, kedalaman air mencapai tujuh meter. Namun, kini pada musim kering, air surut menyisakan lumpur dan daratan di tengah danau yang dimanfaatkan masyarakat untuk bersawah,"ucap Sigit.
Jika pendangkalan terus berlanjut, tidak mustahil danau- danau besar di Kaltim akan kering seperti Laut Aral di Rusia.
Selain Danau Melintang dan Danau Semayang, di kawasan sama juga terdapat Danau Jempang. Namun, kondisi Danau Jempang yang mengalami nasib serupa tidak dibahas dalam lokakarya tersebut.
Tebalnya lumpur membuat danau-danau di sekitar Sungai Mahakam kehilangan fungsi untuk menampung air di kala musim hujan. Air yang tidak tertampung inilah yang menyebabkan banjir di daratan sekitar Sungai Mahakam sampai ke Kota Samarinda.
Danau Semayang, Melintang, dan Jempang merupakan tiga danau yang berlokasi di Sungai Mahakam. Pada musim hujan, danau tersebut berubah seperti laut, tetapi pada musim kemarau, kering dan biasa ditanami padi. (ong)
Sumber : http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0212/17/daerah/49894.htm
No comments:
Post a Comment
Silahkan tinggalkan komentar jika perlu....